Berkat petunjuk dari seekor burung, Syaqiq al-Balkhi menjadi lebih mengetahui hubungan antara ibadah dan rezeki. Kisah ini terdapat dalam kitab Ar-Risalah al Qusyayriyyah fi 'Ilm al Tashawwuf.
Berikut Kisahnya.
Syaqiq al-Balkhi adalah seorang pengusaha yang memiliki orang tua yang juga pengusaha kaya. Suatu ketika, ia keluar daerah untuk melakukan perjalanan dagang. Di tengah perjalanan, ia beristirahat disebuah tempat ibadah milik agama penyembah berhala, dan di sana ia menjumpai penjaga tempat ibadah itu sedang mencukur rambut dan jenggotnya, lalu mengenakan pakaian sembahyang.
Syaqiqi ini adalah seorang muslim yang taat, baginya, berhala adalah benda mati yang tidak patut dijadikan sesembahan.
"Kau memiliki Pencipta Yang Maha Hidup, Maha Tahu, Maha Kuasa. Dialah Allah yang seharusnya engkau sembah, bukan benda mati bernama berhala yang tak bisa berbuat apa-apa itu," kata Syaqiq kepada penjaga itu.
"Jika benar Dia Maha Kuasa, kenapa Dia tak berkuasa memberimu harta di daerahmu sendiri agar engkau tidak perlu jauh-jauh berniaga mencarinya di daerah orang? Kenapa pula engkau capek-capek mencari harta jika Dia berkuasa memberikannya untukmu?" kata si penjaga tempat ibadah itu.
Petunjuk Burung.
Rupanya tanggapan yang tak terduga itu telah menghujam jantung hati Syaqiq. Syaqiq terdiam seribu bahasa, merenung. Ia kemudian memutuskan kembali ke daerahnya sehingga tidak jadi melanjutkan perjalanan dagang.
Ia bernia menjalani hidup zuhud dan meninggalkan segala kemewahan, menghabiskan waktu untuk beribadah.
Keyakinan Syaqiq untuk menempuh hidup zuhud semakin bertambah kuat setelah mendapatkan pelajaran dari seekor burung.
Suatu ketika, ia melihat seekor burung yang tak lagi sempurna sayapnya, dan burung itu sendirian di atas tanah. Syaqiq bertanya dalam hati,
"Bagaimana burung ini bisa bertahan hidup jika tidak punya sayap yang sempurna untuk terbang dan mencari makan?"
Tak lama kemudian datanglah seekor burung lain terbang merendah membawa makanan di paruhnya mendekati burung bersayap tak sempurna itu. Lalu ia menyuapinya.
"Hmmm...begitukah?" kata Syaqiq dalam hati.
Sadar.Suatu hari, Syaqiq berada di tempat ia biasa menghabiskan waktunya untuk beribadah. Sampai kemudian, Ibrahim ibn Adham mendatanginya. Ibrahim ibn Adham ini juga merupakan orang yang kaya raya, dia juga berasal dari daerah Balakh, bagian dari wilayah Khurasan. Ibrahim ini juga memilih menjalani hidup zuhud.
"Kenapa engkau memilih hidup seperti ini?" tanya Ibrahim.
Syaqiq lalu menceritakan perihal burung itu, burung yang ditunjukkan kepadanya seolah untuk memberikan ilham.
"Burung itu tak lagi punya sayap yang sempurna, namun ia tetap bisa mendapatkan makanan," kata Syaqiq.
"Dia yang memberi rezeki untuk burung yang memiliki sayap tak sempurna itu dan Dia pula yang akan memberikan rezeki untukku. Burung itu telah mengajariku bertawakal. Maka, waktuku akan kuhabiskan untuk beribdah kepada Allah SWT," lanjut Syaqiq.
"Syaqiq, kenapa engkau memilih burung dengan sayap tak sempurna, yang hanya bisa menengadahkan paruhnya untuk mendapatkan makanan? Kenapa engkau tidak memilih menjadi burng dengan sayap yang sempurna agar engkau mampu mencari rezeki sendiri bahkan membantu yang lain untuk mendapatkan rezekinya?" kata Ibrahim.
Hati Syaqiq terhujam untuk kedua kalinya. Syaqiq segera saja meraih tangah Ibrahim seraya berkata,
"Engkaulah guruku," kata Syaqiq seraya menciumi tangan Ibrahim berkali-kali.