Tuanku Tambusai asalah salah seorang ulama yang berjuang mengislamkan masyarakat Batak. Gaya bahasanya yang santun, adab dan kepribadiannya yang lembut membuatnya mudah diterima oleh masyarakat kala itu.
Kelahiran Tuanku Tambusai.
Beliau lahir di Dalu-dalu, nagari Tambusai, Rokan Hulu, Riau pada 5 November 1784. Beliau sejak kecil hingga remaja tinggal di sebuah desa yang sebagian besar dihuni para pedagang Minangkabau, lokasinya berada di tepi Sungai Sosak, anak Rokan.
Beliau memiliki nama kecil Muhammad Saleh, anak dari pasangan Ibrahim dan Munah.
Ayahnya seorang ulama besar di Tambusai, Riau. Sewaktu kecil Muhammad Saleh telah diajarkan ayahnya ilmu bela diri, termasuk ketangkasan menunggang kuda dan tata cara bernegara.
Belajar Agama Islam.
Untuk memperdalam ilmu agama, Tuanku Tambusai pergi belajar ke Bonjol dan Rao di Sumatera Barat. Di sana Beliau banyak belajar dengan ulama-ulama Islam yang berpaham Paderi, hingga dia mendapatkan fakih, artinya seorang ahli fikih yang luas pengetahuan hukum Islamnya.
Ajaran Paderi begitu melekat pada dirinya, karena dianggap sebagai permurnian terhadap ajaran-ajaran islam yang selama ini telah diselewengkan. Semangatnya memperdalam ajaran agama begitu besar, hingga kemudian hari ajaran itu disebarkan pula di tanah kelahirannya, yaitu Tambusai.
Di sini ajarannya dengan cepat diterima oleh masyarakat sehingga banyak yang menjadi pengikutnya.
Semangatnya untuk menyebarkan dan melakukan pemurnian islam mengantarkannya untuk mengislamkan masyarakat di tanah Batak yang masih banyak menganut Pelbegu, yaitu agama nenek moyang.
Dakwah Islam.
Upaya untuk mengislamkan masyartakat Batak berhasil dengan sukses. Orang-orang Batak yang awalnya sulit memeluk agama Islam akhirnya banyak yang masuk islam, padahal masyarakat Batak karakteristiknya keras dan sulit diatur. Tetapi berkat strategi dakwah yang santun akhirnya msayarakat Batak banyak yang bersedia masuk Islam.
Orang-orang Batak yang beragama Islam adalah hasil dakwah dari Tuanku Tambusai, sedangkan yang beragama kristen itu adalah pengikut dan bekas kaki tangan Belanda.
Meski demikian kedua agama itu saling hidup rukun sebagai rakyat Batak yang mencintai tanah kelahirannya.
Tuanku Tambusai Membantu Tuanku Imam Bonjol.
Di tengah-tengah Beliau berdakwah, terdengar kabar bahwa Tuanku Imam Bonjol memimpin perang melawan Belanda. Tuanku Tambusai tidak tinggal diam begitu saja, kemudian Beliau ikut berperaang melwan tentara Belanda dengan perjuangannya di mulai di daerah Rokan Hulu dan sekitarnya dengan pusat di Benteng Dalu-dalu.
Kemudian Beliau melanjutkan perlawanan ke wilayah Natal pada tahun 1823, dan tahun depannya beliau memimpin pasukan gabungan Dalu-dalu, Lubuksikaping, Padanglawas, Angkola, Mandailing dan Natal untuk melawan Belanda.
Dia menjadi pemimpin Paderi pada tahun 1832, setelah Belanda mengangkat Tuanku Mudo menjadi regent Bonjol.
Dalam kurun waktu 15 tahun, Tuanku Tambusai cukup merepotkan pasukan Belanda sehingga sering meminta bantuan pasukan dari Batavia. Berkat kecerdikannya, benteng Belanda Fort Amerongen dapat dihancurkan.
Bonjol yang jatuh ke tangan Belanda dapat direbut kembali walupun tidak bertahan lama. Tuanku Tambusai tidak saja menghadapi Belanda, tetapi juga sekaligus pasukan Raja Gedombang (regent Mandailing) dan Tumenggung Kartorejo yang berpihak pada Belanda.
Oleh Belanda, Beliau diberi gelar "De Padrische Tijger Van Rokan" yang artnya Harimau Paderi dari Rokan. Gelar ini diberikan karena Belanda merasa kesulitan untuk menaklukkan Tuanku Tambusai.
Tuanku Tambusai Diangkat Sebagai Pahlawan.
Keteguhan sikapnya diperlihatkan dengan menolak ajakan Kolonel Elaout untuk berdamai.
Pada tanggal 28 Desember 1838, Benteng Dalu-dalu jatuh ke tangan Belanda dan Tuanku Tambusai berhasil lolos melalui pintu rahasia. Ia mengungsi dan wafat di Seremban, Negeri Sembilan, Malaysia pada tanggal 12 November 1882 pada usia 98 tahun.
Karena jasa-jasanya dalam menentang penjajahan Hindia Belanda, pada tahun 1995 pemrintah Indonesia mengangkat Beliau sebagai Pahlawan Nasional.
Kelahiran Tuanku Tambusai.
Beliau lahir di Dalu-dalu, nagari Tambusai, Rokan Hulu, Riau pada 5 November 1784. Beliau sejak kecil hingga remaja tinggal di sebuah desa yang sebagian besar dihuni para pedagang Minangkabau, lokasinya berada di tepi Sungai Sosak, anak Rokan.
Beliau memiliki nama kecil Muhammad Saleh, anak dari pasangan Ibrahim dan Munah.
Ayahnya seorang ulama besar di Tambusai, Riau. Sewaktu kecil Muhammad Saleh telah diajarkan ayahnya ilmu bela diri, termasuk ketangkasan menunggang kuda dan tata cara bernegara.
Belajar Agama Islam.
Untuk memperdalam ilmu agama, Tuanku Tambusai pergi belajar ke Bonjol dan Rao di Sumatera Barat. Di sana Beliau banyak belajar dengan ulama-ulama Islam yang berpaham Paderi, hingga dia mendapatkan fakih, artinya seorang ahli fikih yang luas pengetahuan hukum Islamnya.
Ajaran Paderi begitu melekat pada dirinya, karena dianggap sebagai permurnian terhadap ajaran-ajaran islam yang selama ini telah diselewengkan. Semangatnya memperdalam ajaran agama begitu besar, hingga kemudian hari ajaran itu disebarkan pula di tanah kelahirannya, yaitu Tambusai.
Di sini ajarannya dengan cepat diterima oleh masyarakat sehingga banyak yang menjadi pengikutnya.
Semangatnya untuk menyebarkan dan melakukan pemurnian islam mengantarkannya untuk mengislamkan masyarakat di tanah Batak yang masih banyak menganut Pelbegu, yaitu agama nenek moyang.
Dakwah Islam.
Upaya untuk mengislamkan masyartakat Batak berhasil dengan sukses. Orang-orang Batak yang awalnya sulit memeluk agama Islam akhirnya banyak yang masuk islam, padahal masyarakat Batak karakteristiknya keras dan sulit diatur. Tetapi berkat strategi dakwah yang santun akhirnya msayarakat Batak banyak yang bersedia masuk Islam.
Orang-orang Batak yang beragama Islam adalah hasil dakwah dari Tuanku Tambusai, sedangkan yang beragama kristen itu adalah pengikut dan bekas kaki tangan Belanda.
Meski demikian kedua agama itu saling hidup rukun sebagai rakyat Batak yang mencintai tanah kelahirannya.
Tuanku Tambusai Membantu Tuanku Imam Bonjol.
Di tengah-tengah Beliau berdakwah, terdengar kabar bahwa Tuanku Imam Bonjol memimpin perang melawan Belanda. Tuanku Tambusai tidak tinggal diam begitu saja, kemudian Beliau ikut berperaang melwan tentara Belanda dengan perjuangannya di mulai di daerah Rokan Hulu dan sekitarnya dengan pusat di Benteng Dalu-dalu.
Kemudian Beliau melanjutkan perlawanan ke wilayah Natal pada tahun 1823, dan tahun depannya beliau memimpin pasukan gabungan Dalu-dalu, Lubuksikaping, Padanglawas, Angkola, Mandailing dan Natal untuk melawan Belanda.
Dia menjadi pemimpin Paderi pada tahun 1832, setelah Belanda mengangkat Tuanku Mudo menjadi regent Bonjol.
Dalam kurun waktu 15 tahun, Tuanku Tambusai cukup merepotkan pasukan Belanda sehingga sering meminta bantuan pasukan dari Batavia. Berkat kecerdikannya, benteng Belanda Fort Amerongen dapat dihancurkan.
Bonjol yang jatuh ke tangan Belanda dapat direbut kembali walupun tidak bertahan lama. Tuanku Tambusai tidak saja menghadapi Belanda, tetapi juga sekaligus pasukan Raja Gedombang (regent Mandailing) dan Tumenggung Kartorejo yang berpihak pada Belanda.
Oleh Belanda, Beliau diberi gelar "De Padrische Tijger Van Rokan" yang artnya Harimau Paderi dari Rokan. Gelar ini diberikan karena Belanda merasa kesulitan untuk menaklukkan Tuanku Tambusai.
Tuanku Tambusai Diangkat Sebagai Pahlawan.
Keteguhan sikapnya diperlihatkan dengan menolak ajakan Kolonel Elaout untuk berdamai.
Pada tanggal 28 Desember 1838, Benteng Dalu-dalu jatuh ke tangan Belanda dan Tuanku Tambusai berhasil lolos melalui pintu rahasia. Ia mengungsi dan wafat di Seremban, Negeri Sembilan, Malaysia pada tanggal 12 November 1882 pada usia 98 tahun.
Karena jasa-jasanya dalam menentang penjajahan Hindia Belanda, pada tahun 1995 pemrintah Indonesia mengangkat Beliau sebagai Pahlawan Nasional.
Tuanku Tambusai Mengislamkan Batak