Kisah ini terjadi padapimpinan perampok, sebut saja namanya Qais bin Malik saat hendak mengambil paksa barang-barang milik Syeikh Abdul Qadir Al-Jaelani. Ia mengurungkan niatnya sekaligus tobat setelah terpesona dengan kejujuran calon korbannya.
Qais bin Malik dikenal sebagai pimpinan perampok yang kejam dan tak kenal kompromi. Ia merajai hampir seluruh wilayah yang menuju ke Baghdad, pusat peradaban Islam waktu itu.
Sudah banyak musyafir dan para kafilah yang dirampas hartanya tanpa bisa melawan sedikitpun karena Qais juga memiliki anak buah yang banyak.
Namun pada suatu hari Qais mengalami kejanggalan dalam menjalankan aksi jahatnya. Saat itu ia hendak merampok semua barang bawaan para kafilah yang di dalamnya terdapat Syeikh Abdul Qadir Al-Jaelani.
Syeikh Abdul Qadir Al-Jaelani berusia kala itu masih 18 tahun, ia berniat menimba ilmu agama di negeri Baghdad. Dalam perjalanan, para khalifah itu diserang oleh 60 orang perampok.
Seluruh harta kafilah tersebut dirampasnya tetapi anehnya tak ada satu perampok pun yang mengusik Abdul Qadir.
Nampaknya mereka tertipu dengan pakaian lusuh yang dikenakan ulama sufi itu dan mengira Syeikh Abdul Qadir tak punya harta berharga.
Perampok Tobat.
Namun demikian, akhirnya ada seorang perampok yang menghampiri Syeikh Abdul Qadir.
"Berilah kepada kami apa saja yang kamu bawa," kata Qais sambil memegang pedangnya.
"Aku hanya memiliki 40 dirham yang tersimpan di dalam pakaianku," katanya jujur.
Mendapat penjelasan pasrah, seolah tanpa perlawanan itu, Qais justru menjadi heran. Selama bertahun-tahun merampok, ia tak menemukan orang sejujur yang ia temui itu.
Biasanya calon korbannya akan mengaku tidak punya barang berharga atau berusaha kabur.
Untuk membuktikan perkataan calon korbannya itu, Qais pun menyuruh anak buahnya untuk memotong baju yang dikenakan Syeikh Abdul Qadir dan ditemukanlah 40 dirham itu.
"Wahai pemuda, mengapa engkau begitu mudahnya menyebut barang berhargamu, padahal engkau tahu jika kami hendak merampasnya," tanya perampok itu.
"Aku telah berjanji kepada ibuku akan meninggalkan ucapan bohong dan selalu berkata jujur, kapanpun dan dimanapun," jawab Syeikh Abdul Qadir.
Begitu mendengar penjelasan itu, kepala perampok itu langsung menangis dan menginsyafi kesalahannya. Ia bersujud dan bersimpuh di hadapan Syeikh Abdul Qadir AL-Jaelani.
Ketua penyamun bersumpah tidak akan merampok lagi. Dia bertaubat di hadapan Abdul Qadir dan diikuti oleh semua pengikutnya.
Pesan Ibu.
Sebelum berangkat merantau, Syeikh Abdul Qadir Al-Jaelani memnag meminta izin kepada ibunya. Niat yang mulia itu pun direstui oleh ibunya. Ibunya tak bisa menghalang-halangi cita-cita murni anaknya meskipun sebenarnya ia berat melepas anaknya berjalan sendirian melewati bebatuan yang tajam dan terik matahariyang panas.
"Ibu tidak akan menahan keinginanmu, tetapi sebelum berangkat, berjanjilah sesuatu kepada ibu," kata Ibunda Syekh Abdul Qadir.
"Apakah itu wahai ibu," tanya Syeikh Abdul Qadir.
"Janganlah kamu berkata bohong sedikitpun, pegang penuh kejujuran," kata ibu.
Berkat kejujuran Syeikh Abdul Qadir itu, Qais pun bertaubat dan ia mendalami ilmu agama Islam dengan berguru kepada Syeikh Abdul Qadir Al-Jaelani.
Qais bin Malik dikenal sebagai pimpinan perampok yang kejam dan tak kenal kompromi. Ia merajai hampir seluruh wilayah yang menuju ke Baghdad, pusat peradaban Islam waktu itu.
Sudah banyak musyafir dan para kafilah yang dirampas hartanya tanpa bisa melawan sedikitpun karena Qais juga memiliki anak buah yang banyak.
Namun pada suatu hari Qais mengalami kejanggalan dalam menjalankan aksi jahatnya. Saat itu ia hendak merampok semua barang bawaan para kafilah yang di dalamnya terdapat Syeikh Abdul Qadir Al-Jaelani.
Syeikh Abdul Qadir Al-Jaelani berusia kala itu masih 18 tahun, ia berniat menimba ilmu agama di negeri Baghdad. Dalam perjalanan, para khalifah itu diserang oleh 60 orang perampok.
Seluruh harta kafilah tersebut dirampasnya tetapi anehnya tak ada satu perampok pun yang mengusik Abdul Qadir.
Nampaknya mereka tertipu dengan pakaian lusuh yang dikenakan ulama sufi itu dan mengira Syeikh Abdul Qadir tak punya harta berharga.
Perampok Tobat.
Namun demikian, akhirnya ada seorang perampok yang menghampiri Syeikh Abdul Qadir.
"Berilah kepada kami apa saja yang kamu bawa," kata Qais sambil memegang pedangnya.
"Aku hanya memiliki 40 dirham yang tersimpan di dalam pakaianku," katanya jujur.
Mendapat penjelasan pasrah, seolah tanpa perlawanan itu, Qais justru menjadi heran. Selama bertahun-tahun merampok, ia tak menemukan orang sejujur yang ia temui itu.
Biasanya calon korbannya akan mengaku tidak punya barang berharga atau berusaha kabur.
Untuk membuktikan perkataan calon korbannya itu, Qais pun menyuruh anak buahnya untuk memotong baju yang dikenakan Syeikh Abdul Qadir dan ditemukanlah 40 dirham itu.
"Wahai pemuda, mengapa engkau begitu mudahnya menyebut barang berhargamu, padahal engkau tahu jika kami hendak merampasnya," tanya perampok itu.
"Aku telah berjanji kepada ibuku akan meninggalkan ucapan bohong dan selalu berkata jujur, kapanpun dan dimanapun," jawab Syeikh Abdul Qadir.
Begitu mendengar penjelasan itu, kepala perampok itu langsung menangis dan menginsyafi kesalahannya. Ia bersujud dan bersimpuh di hadapan Syeikh Abdul Qadir AL-Jaelani.
Ketua penyamun bersumpah tidak akan merampok lagi. Dia bertaubat di hadapan Abdul Qadir dan diikuti oleh semua pengikutnya.
Pesan Ibu.
Sebelum berangkat merantau, Syeikh Abdul Qadir Al-Jaelani memnag meminta izin kepada ibunya. Niat yang mulia itu pun direstui oleh ibunya. Ibunya tak bisa menghalang-halangi cita-cita murni anaknya meskipun sebenarnya ia berat melepas anaknya berjalan sendirian melewati bebatuan yang tajam dan terik matahariyang panas.
"Ibu tidak akan menahan keinginanmu, tetapi sebelum berangkat, berjanjilah sesuatu kepada ibu," kata Ibunda Syekh Abdul Qadir.
"Apakah itu wahai ibu," tanya Syeikh Abdul Qadir.
"Janganlah kamu berkata bohong sedikitpun, pegang penuh kejujuran," kata ibu.
Berkat kejujuran Syeikh Abdul Qadir itu, Qais pun bertaubat dan ia mendalami ilmu agama Islam dengan berguru kepada Syeikh Abdul Qadir Al-Jaelani.
Insafnya Perampok